KEPENDUDUKAN DI INDONESIA
anak petani dari pulau borneo. Sukses itu ketika kalian bisa berbakti kepada kedua orang tua dan Tuhan
Tulisan Berjalan
Rabu, 10 April 2013
hukum aborsi menurut lembaga bahtsul masail dan majelis tarjih
KEDUDUKAN HUKUM ABORSI MENURUT MAJELIS TARJIH MUHAMMADIYAH DAN
LEMBAGA BAHTSUL MASAIL NAHDHATUL ULAMA
Laporan Akhir Praktikum A Bidang Kepatwaan
Semester Ganjil Tahun Akademik 2012 / 2013
Disusun Oleh :
KELOMPOK B
NIM
|
NAMA
|
1001120084
|
SADDAM
NURHIDAYAT
|
1001120083
|
MUHAMMAD
HUMAINI
|
1001120087
|
SYAHRIANSYAH
|
1001120088
|
ZAINAL HAKIM
|
1001120067
|
KIKI RIZKI
|
1001120069
|
NISA CAMELIA
ARDILA
|
1001120073
|
TUTI MULYANI
|
1001120074
|
YUNITA SARI
|
JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH
IAIN ANTASARI BANJARMASIN
2012 / 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sering kita
membaca, mendengar bahkan melihat sendiri kejadian Aborsi dikehidupan sehari –
hari, hal yang seharusnya tidak terjadi dikalangan umat manusia. Ini bukan
hanya menjadi masalah perorangan namun sudah menjadi masalah sosial yang sudah
tidak asing lagi untuk di dengar. Masalah ini seolah – olah tak ada dampak dan
ganjarannya baik itu menurut UU dan Agama, sehingga banyak perempuan lebih
khususnya para remaja yang melakukan aborsi karena hamil diluar nikah maupun
karena himpitan ekonomi bahkan karena paksaan dari sang kekasih yang tidak
bertanggung jawab atas perbuatannya. Selain itu hal ini diperparah lagi dengan
adanya tempat – tempat praktek yang menyediakan layana aborsi atau pengguguran
kandungan, ditemukannya janin ditempat sampah dan bayi yang dibuang tanpa
diketahui siapa orang tuanya.
Apa
sebenarnya aborsi itu ? Aborsi yang dalam bahasa arabnya ijhaadh merupakan
bentuk masdar dari ajhadha yang artinya wanita yang melahirkan anaknya secara
paksa dalam keadaan belum smpurna penciptaannya. Atau secara bahasa juga bisa
diartikan lahirnya janin karena dipaksa atau karena lahir dengan sendirinya.
Mengenai hukum menggugurkan kandungan tidak ada nash yang secara langsung
menyebutkannya, baik Al-Qur’an maupun hadits. Sedangkan yang dijelaskan didalam
kitab Allah SWT surah Annisa ayat 93 adalah tentang haramnya membunuh orang
tanpa hak, mencela perbuatan itu dan menghukum pelakunya dengan hukuman yang
abadi di neraka Jahannam.[1]
Aborsi juga
biasanya dilakukan oleh yang bersangkutan dengan sendiri, bantuan para bidan kampung
atau dukun, tenaga medis dan dokter kandungan. Mereka dengan bebas membuka
praktek – praktek aborsi dan tidak jarang banyak para pelaku aborsi yang
meninggal dunia karena pendarahan yang banyak serta faktor – faktor lainnya.
Padahal ini sudah jelas diatur dalam UU KUHP dalam pasal 283, 299 dan 346-349,
UU kesehatan NO.23 tahun 1992 serta UU NO.29 tahun 2004 tentang praktek
kedokteran. Namun inilah hukum dinegara kita terkadang berbeda dengan kenyataan
yang ada, hukum hanya sebagai peraturan saja yang tidak dijalankan karena masalah
keuntungan pribadi. Yang kaya bisa membeli hukum, yang miskin terikat hukum.
Bukan hal yang asing lagi banyak para oknum yang bermain dalam kegiatan ini
satu sama lain melindungi dan mengambil keuntungan dengan cara yang tidak baik
bahkan merugikan Negara serta melanggar Agama.
Oleh karena itu
dengan adanya tugas Praktikum A yang berjudul KEDUDUKAN HUKUM ABORSI MENURUT
MAJELIS TARJIH MUHAMMADIYAH DAN LEMBAGA
BAHTSUL MASAIL NAHDHATUL ULAMA, kami berharap bisa lebih mengetahui lebih dalam
lagi mengenai Aborsi baik itu menurut hukum yang ditetapkan oleh Muhammadiyah
maupun Nahdhatul ulama.
B.
Rumusan Masalah
1)
Bagaimana
pandangan majelis tajih muhammadiyah dan lembaga bahtsul masail mengenai aborsi
?
2)
Bagaimanakah
keputusan hukum kedua lembaga tersebut mengenai aborsi ?
C.
Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
1)
Tujuan
penelitian
Dari rumusan masalah diatas penulis
ingin mengetahui lebih dalam mengenai aborsi dalam perspektif dua organisasi
islam yang berbeda, yaitu Mhammadiyah dan Nahdhatul ulama. Baik itu dari segi
pendapat maupun metode yang digunakan.
2)
Kegunaan
penelitian
Sebagai acuan untuk mengambil
kebijakan hukum, karena fatwa dan pendapat para ulama adalah salah satu sumber
hukum islam yang sangat membantu dan berperan dalam kasus – kasus yang belum
ada sebelumnya. Selain itu juga dapat menambah pengetahuan mengenai aborsi
beserta hukumnya.
BAB II
LANDASAN TEORITIS ATAU KAJIAN TEORITIS
Aborsi yang dalam bahasa arabnya ijhaadh merupakan bentuk masdar
dari ajhadha yang artinya wanita yang melahirkan anaknya secara paksa dalam
keadaan belum smpurna penciptaannya. Atau secara bahasa juga bisa diartikan
lahirnya janin karena dipaksa atau karena lahir dengan sendirinya. Mengenai
hukum menggugurkan kandungan tidak ada nash yang secara langsung menyebutkannya,
baik Al-Qur’an maupun hadits. Sedangkan yang dijelaskan didalam kitab Allah SWT
surah Annisa ayat 93 adalah tentang haramnya membunuh orang tanpa hak, mencela
perbuatan itu dan menghukum pelakunya dengan hukuman yang abadi di neraka
Jahannam.[2]
`tBur ö@çFø)t $YYÏB÷sãB #YÏdJyètGB ¼çnät!#tyfsù ÞO¨Yygy_ #V$Î#»yz $pkÏù |=ÅÒxîur ª!$# Ïmøn=tã ¼çmuZyès9ur £tãr&ur ¼çms9 $¹/#xtã $VJÏàtã ÇÒÌÈ[3]
93. dan Barangsiapa yang membunuh seorang
mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan
Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar
baginya.[4]
Dalam ayat lain Allah SWT berfirman :
wur (#þqè=çGø)s? öNä.y»s9÷rr& spuô±yz 9,»n=øBÎ) ( ß`øtªU öNßgè%ãötR ö/ä.$Î)ur 4 ¨bÎ) öNßgn=÷Fs% tb%2 $\«ôÜÅz #ZÎ6x. ÇÌÊÈ
31. dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu
karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga
kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.[5]
Hadits yang diriwayatkan oleh Al – Bukhari dan Muslim Dari Ibnu
Mas’ud.
Yang artinya :” kejadian seseorang itu dikumpulkan dalam perut
ibunya selama empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua,
terbentuklah segumpal darah beku. Manakala genap empat puluh hari ketiga,
berubahlah menjadi segumpal daging. Kemudian Allah SWT mengutus seorang
malaikat untuk meniupkan roh serta memerintahkan supaya menulis empat perkara,
yaitu ditentukan rezki, waktu kematian, amal serta nasibnya, baik mendapat
kecelakaan atau kebahagiaan”.[6]
Ayat
– ayat yang lainnya adalah terdapat dalam surah Al – An’am ayat 151, Surah
Al - Isra’ ayat 31, Surah Al – Baqarah ayat 205, Surah An – Nisa ayat 29 dan Al
– Baqarah ayat 173.
BAB III
METODE PEMECAHAN MASALAH
A.
METODE IJTIHAD MAJELIS TARJIH DAN KEPUTUSAN HUKUM TENTANG ABORSI
1.
SEJARAH MAJELIS TARJIH MUHAMMADIYAH
Pada permulaan abad XX umat Islam Indonesia menyaksikan
munculnya gerakan pembaharuan pemahaman dan pemikiran Islam yang pada esensinya
dapat dipandang sebagai salah-satu mata rantai dari serangkaian gerakan
pembaharuan Islam yang telah dimulai sejak dari Ibnu Taimiyah di Siria,
diteruskan Muhammad Ibnu Abdul Wahab di Saudi Arabia dan kemudian Jamaluddin al
Afghani bersama muridnya Muhammad Abduh di Mesir. Munculnya gerakan pembaharuan
pemahaman agama itu merupakan sebuah fenomena yang menandai proses Islamisasi
yang terus berlangsung. Dengan proses Islamisasi yang terus berlangsung
-meminjam konsep Nakamura- dimaksudkan suatu proses dimana sejumlah besar orang
Islam memandang keadaan agama yang ada, termasuk diri mereka sendiri, sebagai
belum memuaskan. Karenanya sebagai langkah perbaikan diusahakan untuk memahami
kembali Islam, dan selanjutnya berbuat sesuai dengan apa yang mereka anggap
sebagai standard Islam yang benar.
Peningkatan agama seperti itu tidak hanya merupakan
pikiran-pikiran abstrak tetapi diungkapkan secara nyata dan dalam bentuk
organisasi-organisasi yang bekerja secara terprogram. Salah satu organisasi itu
di Indonesia adalah Muhammadiyah yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada
tanggal 8 Dzulhijah 1330 H bertepatan dengan 18 Nopember 1912 M.
KH. Ahmad Dahlan yang semasa kecilnya bernama Muhammad
Darwis dilahirkan di Yogyakarta tahun 1968 atau 1969 dari ayah KH. Abu Bakar,
Imam dan Khatib Masjid Besar Kauman, dan Ibu yang bernama Siti Aminah binti KH.
Ibrahim penghulu besar di Yogyakarta.2 KH. Ahmad Dahlan kemudian
mewarisi pekerjaan ayahnya menjadi khatib masjid besar di Kauman. Disinilah ia
melihat praktek-praktek agama yang tidak memuaskan di kalangan abdi dalem
Kraton, sehingga membangkitkan sikap kristisnya untuk memperbaiki keadaan.
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan oleh Dahlan pada
mulanya bersifat lokal, tujuannya terbatas pada penyebaran agama di kalangan
penduduk Yogyakarta. Pasal dua Anggaran Dasarnya yang asli berbunyi (dengan
ejaan baru):
Maka perhimpunan itu maksudnya :
1) Menyebarkan pengajaran Agama Kanjeng Nabi Muhammad
Sallallahu ‘Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residentie
Yogyakarta.
2) Memajukan hal Agama Islam kepada anggota-anggotanya.
Berkat kepribadian dan kemampuan Dahlan memimpin
organisasinya, maka dalam waktu singkat organisasi itu mengalami perkembangan
pesat sehingga tidak lagi dibatasi pada residensi Yogyakarta, melainkan meluas
ke seluruh Jawa dan menjelang tahun 1930 telah masuk ke pulau-pulau di luar
Jawa.
Misi utama yang
dibawa oleh Muhammadiyah adalah pembaharuan (tajdid) pemahaman agama. Adapun
yang dimaksudkan dengan pembaharuan oleh Muhammadiyah ialah yang seperti yang
dikemukakan M. Djindar Tamimy: Maksud dari kata-kata “tajdid” (bahasa Arab)
yang artinya “pembaharuan” adalah mengenai dua segi, ialah dipandang dari
pada/menurut sasarannya :
1)
berarti
pembaharuan dalam arti mengembalikan kepada keasliannya/kemurniannya, ialah
bila tajdid itu sasarannya mengenai soal-soal prinsip perjuangan yang sifatnya
tetap/tidak berubah-ubah.
2)
berarti
pembaharuan dalam arti modernisasi, ialah bila tajdid itu sasarannya mengenai
masalah seperti: metode, sistem, teknik, strategi, taktik perjuangan, dan
lain-lain yang sebangsa itu, yang sifatnya berubah-ubah, disesuaikan dengan
situasi dan kondisi/ruang dan waktu.
Tajdid dalam kedua artinya, itu sesungguhnya merupakan
watak daripada ajaran Islam itu sendiri dalam perjuangannya.
Sekarang ini usaha pembaharuan Muhammadiyah secara
ringkas dapat dibagi ke dalam tiga bidang garapan, yaitu : bidang
keagamaan, pendidikan, dan kemasyarakatan.
1)
Bidang
keagamaan
Pembaharuan dalam bidang keagamaan ialah penemuan kembali
ajaran atau prinsip dasar yang berlaku abadi, yang karena waktu, lingkungan
situasi dan kondisi, mungkin menyebabkan dasar-dasar tersebut kurang jelas
tampak dan tertutup oleh kebiasaan dan pemikiran tambahan lain.
2) Bidang Pendidikan
Dalam kegiatan pendidikan dan kesejahteraan sosial,
Muhammadiyah mempelopori dan menyelenggarakan sejumlah pembaharuan dan inovasi
yang lebih nyata. Bagi Muhammadiyah, yang berusaha keras menyebarluaskan Islam
lebih luas dan lebih dalam, pendidikan mempunyai arti penting, karena melalui
inilah pemahaman tentang Islam dapat diwariskan dan ditanamkan dari generasi ke
generasi.
3)
Bidang Kemasyarakatan
Di bidang sosial dan kemasyarakatan, maka usaha yang
dirintis oleh Muhammadiyah adalah didirikannya rumah sakit poliklinik, rumah
yatim piatu, yang dikelola melalui lembaga-lembaga dan bukan secara individual
sebagaimana dilakukan orang pada umumnya di dalam memelihara anak yatim piatu.
Badan atau lembaga pendidikan sosial di dalam Muhammadiyah juga ikut menangani
masalah-masalah keagamaan yang ada kaitannya dengan bidang sosial, seperti
prosedur penerimaan dan pembagian zakat ditangani sepenuhnya oleh P.K.U., yang
sekaligus berwenang sebagai badan ‘amil.[7]
2.
METODE IJTIHAD MAJELIS TARJIH
Sumber
hukum Muhammadiyah adalah Al-Qur’an dan Al-sunat Al-maqbulat. Sedangkan ruang
lingkup ijtihad bagi Muhammadiyah adalah :
1) Masalah - masalah yang terdapat
dalam dalil zhanny.
2) Masalah - masalah yang secara
eksplisit tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Metode ijtihad yang digunakan oleh
majelis tarjih muhammadiyah ada Tiga macam yaitu :
1)
Metode
bayani ( simantik ) adalah metode penetapan hukum yang menggunakan pendekatan
bahasa.
2)
Metode
ta’lili ( rasionalistik ) adalah metode penetapan hukum yang menggunakan
pendekatan penalaran.
3)
Metode
istishlahi ( filosofis ) adalah metode penetapan hukum yang menggunakan
pendekatan kemaslahatan.[8]
3.
KERANGKA METODOLOGI MAJELIS TARJIH MUHAMMADIYAH
Kerangka
metodologi pemikiran islam adalah dengan menggunakan pendekatan bayani,
burhani, dan ‘irfani.
1) Pendekatan
bayani adalah
pendekatan untuk memahami dan menganalisi teks guna mendapatkan makna yang
dikandungnya dengan menggunakan empat macam bayan:
a) Bayan
al-i’tibar, yaitu
penjelasan mengenai keadaan sesuatu yang melliputi al-qiyas al-bayani dan
al-khabar yang bresifat yaqin atau tashdiq,
b) Bayan
al-i’tiqad, yaitu
penjelasan mengenai keadaan sesuatu yang meliputi makna haqq, mutasyabbih, dan
bathil.
c) Bayan
al-‘ibarot, yaitu
penjelasan mengenai keadaan sesuatu yang meliputi bayan zhahir dan bayan
bathin.
d) Bayan
al-kitab, yaitu
media unutk menukil pendapat-pendapat, yaitu kitab-kitab.
2) Pendekatan
burhani adalah
pendekatan rasional argumentatif, yaitu pendekatan yang didasarkan pada
kekuatan rasio melalui instrumen logika dan metode diskurif (bathiniy).
3) Pendekatan
irfani adalah
pemahaman yang tertumpu pada pengalaman bathin, al-zawq, qalb, wijdan,
bashirot, dan intuisi.[9]
4. KEPUTUSAN
MAJELIS TARJIH TERHADAP HUKUM ABORSI
Hukum aborsi
tidak ada difatwakan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam buku fatwa
tajihnya, namun ada suatu pendapat oleh salah seorang tokoh Muhammadiyah Bapak
Prof. DRS. H. Sa’ad Abdul Wahid yang diterbitkan oleh majalah Suara
Muhammadiyah “ Aborsi itu terbagi dua macam yaitu 1). Abortus provocatus yang
berindikasi pengobatan ( thera peutis )
dan 2). Abortus provocatus yang berindikasi merusak ( criminalis ).[10] Adapun hukum Abortus provocatus yaitu : Pertama,
abortus yang terjadi karena disengaja atau abortus provocus criminalis sejak
terjadinya consepcio ( pembuahan ), hukumnya adalah haram. Sebab sejak
pembuahan itulah sebenarnya telah dimulai kehidupan manusia, yang wajib dijaga
dan dihormati, dan tidak boleh diperlakukan secara zalim, sebagai mana
ditegaskan dalam surah Al – An’am ayat 151 yang berbunyi :
ö@è% (#öqs9$yès? ã@ø?r& $tB tP§ym öNà6/u öNà6øn=tæ ( wr& (#qä.Îô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ( wur (#þqè=çFø)s? Nà2y»s9÷rr& ïÆÏiB 9,»n=øBÎ) ( ß`ós¯R öNà6è%ãötR öNèd$Î)ur ( wur (#qç/tø)s? |·Ïmºuqxÿø9$# $tB tygsß $yg÷YÏB $tBur ÆsÜt/ ( wur (#qè=çGø)s? [øÿ¨Z9$# ÓÉL©9$# tP§ym ª!$# wÎ) Èd,ysø9$$Î/ 4 ö/ä3Ï9ºs Nä38¢¹ur ¾ÏmÎ/ ÷/ä3ª=yès9 tbqè=É)÷ès? ÇÊÎÊÈ [11]
Artinya :
151. Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan
atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan
Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh
anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan
kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik
yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh
jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang
benar". demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu
memahami(nya).[12]
Surah Al- Isra’ ayat 31 :
wur
(#þqè=çGø)s?
öNä.y»s9÷rr&
spuô±yz
9,»n=øBÎ)
(
ß`øtªU
öNßgè%ãötR
ö/ä.$Î)ur
4
¨bÎ)
öNßgn=÷Fs%
tb%2
$\«ôÜÅz
#ZÎ6x.
[13]ÇÌÊÈ
31. dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.
kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya
membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.[14]
Surah Al – Baqarah ayat 205 :
#sÎ)ur 4¯<uqs? 4Ótëy Îû ÇÚöF{$# yÅ¡øÿãÏ9 $ygÏù y7Î=ôgãur y^öysø9$# @ó¡¨Y9$#ur 3 ª!$#ur w =Ïtä y$|¡xÿø9$# ÇËÉÎÈ[15]
205. dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi
untuk Mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang
ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.
Surah An – Nisa ayat 29 :
$ygr'¯»t
úïÏ%©!$#
(#qãYtB#uä
w
(#þqè=à2ù's?
Nä3s9ºuqøBr&
Mà6oY÷t/
È@ÏÜ»t6ø9$$Î/
HwÎ)
br&
cqä3s?
¸ot»pgÏB
`tã
<Ú#ts?
öNä3ZÏiB
4
wur
(#þqè=çFø)s?
öNä3|¡àÿRr&
4
¨bÎ)
©!$#
tb%x.
öNä3Î/
$VJÏmu ÇËÒÈ[16]
29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh
dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Yang Kedua, Abortus provocatus medicinial adalah dibenarkan dengan alasan
darurat, yaitu dikhawatirkan adanya bahaya kematian bagi ibu jika janinnya
tidak digugurkan. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT :
…………..( Ç`yJsù §äÜôÊ$# uöxî 8ø$t/ wur 7$tã Ixsù zNøOÎ) Ïmøn=tã 4 ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî íOÏm§ ÇÊÐÌÈ [17]
Artinya :
…… tetapi Barangsiapa dalam Keadaan
terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.
Juga berdasarkan Qa’idah Ushul Fiqih
:
اَلضَّرُوْرَاتُ
تُبِيْحُ اَلْمَحْظُوْرَاتِ
Keadaan darurat menjadikan sebab
boleh mengerjakan hal – hal yang dilarang.
اِذَا
تَعَارَضَ مَفْسَدَتَانِ رُوْعِيَ أَعْظَمُهُمَا ضَرَارًا بِارْتِكَابِ
أَخَفِّهِمَا.
Apabila terdapat dua hal yang
merusak saling bertentangan, maka harus dihindari yang lebih besar bahayanya,
dengan melakukan yang lebih ringan resikonya.[18]
Begitu pula yang dikatakan oleh
bapak H. Mahlan Darkasi selaku ketua majelis tarjih wilayah Banjarmasin, bahwasanya
majelis tarjih tidak ada menfatwakan hukum Aborsi namun dengan adanya pendapat
salah satu tokoh Muhammadiyah tersebut sama saja mewakili muhammadiyah.[19]
B. METODE
ISTINBATH HUKUM LEMBAGA BAHTSUL MASAIL DAN KEPUTUSAN HUKUM TENTANG ABORSI.
1. SEJARAH
LEMBAGA BAHTSUL MASAIL
Nahdlatul
Ulama (NU) didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 oleh K.H. Hasyim Asy’aridi Surabaya.Latar belakang berdirinya NU berkaitan erat
dengan perkembangan pemikiran keagamaan dan politik dunia Islam kala itu. Dalam
Anggaran Dasarnya yang pertama (1927), dinyatakan bahwaNU bertujuanuntuk
memperkuat kesetiaan kaum muslimin pada salah satu madzhab empat.
Bahtsul Masail secara harfiah berarti pembahasan berbagai
masalah yang berfungsi sebagai forum resmi untuk membicarakan
al-masa’ilud-diniyah (masalah-masalah keagamaan) terutama berkaitan dengan
al-masa’ilul-fiqhiyah (masalah-masalah fiqh).Dari perspektif ini
al-masa’ilul-fiqhiyah termasuk masalah-masalah yang khilafiah (kontroversial)
karena jawabannya bisa berbeda pendapat.
NU
dalam stuktur organisasinya memiliki suatu Lembaga Bahtsul Masail (LBM). Sesuai
dengan namanya, Bahtsul Masail, yang berarti pengkajian terhadap
masalah-masalah agama, LBM berfungsi sebagai forum pengkajian hukum yang
membahas berbagai masalah keagamaan.
Tugas
LBM adalah menghimpun, membahas dan memecahkan masalah-masalah yang menuntut
kepastian hukum.Oleh karena itu lembaga ini merupakan bagian terpenting dalam
organisasi NU, sebagai forum diskusi alim ulama (Syuriah) dalam menetapkan hukum
suatu masalah yang keputusannya merupakan fatwa dan berfungsi sebagai bimbingan
warga NU dalam mengamalkan agama sesuai dengan paham Ahlussunah Waljamaah.
K.H.
Syansuri Badawi, salah seorang kiai NU, mengatakan bahwa ijtihad yang dilakukan
para ulama NU dalam Bahtsul Masail adalah bentuk qiyas. Tetapi ijtihad yang
seperti itu dilakukan sejauh tidak ada qaul (pendapat) para ulama yang dapat
menjelaskan masalah itu.Qiyas dilakukan sejauh tidak bertentangan dengan Al
Qur’an dan Al Hadis.Hal ini sesuai dengan pendapat Imam Syafi’I bahwa ijtihad
itu qiyas.
Ketika
menghadapi masalah serius kekinian yang dimasa lalu peristiwa itu belum pernah
terjadi, LBM selalu meminta penjelasan terlebih dahulu kepada ahlinya. Setelah
kasusnya jelas, barulah dikaji lewat kitab kuning.
Walaupun
LBM merupakan sumbangan yang tak ternilai harganya bagi NU, Namun masih ada
kelemahan yang perlu diperhatikan :
1)
Kelemahan
yang bersifat teknis (kaifiyatul bathsi), yakni belum ada ketegasan yang
bersifat jama’I mengenai pola bermahzhab antara manhaj dan qauli.
2)
Kelemahan
organisatoris, yakni belum terkondisikanya dan belum bakunya hirarhi (martabat)
keputusan bahtsul masa’il yang diselenggarakan diberbagai tingkatan, mulai dari
tingkat muktamar sampai tingkat ranting serta dipesantren-pesantren.
3)
Kelemahan
komitmen dan kesadaran untuk mensosialisasikan dan melakukannya secara baik
hasil putusan bahtsul masail.[20]
2. METODE
ISTINBATH HUKUM LEMBAGA BAHTSUL MASAIL
Keputusan
bahtsul masa’il di lingkungan NU, dibuat dalam rangka bermadzhab dengan salah
satu madzhab empat yang disepakati dan mengutamakan bermadzhab secara qaul. Oleh
karena itu dalam memberikan jawaban ittifaq hukum digunakan susunan metodologis
sebagai berikut:
1)
Dalam kasus yang ditemukan jawabannya dalam
ibarat kitab dan hanya satu qaul (pendapat), maka qaul itu yang diambil.
2)
Dalam kasus yang hukumnya terdapat dua pendapat
maka dilakukan taqrir jama’i dalam memilih salah satunya.
3)
Bila jawaban tidak diketemukan dalam ibarat
kitab sama sekali, dipakai ilhaq al masail bin nadhariha secara jamai oleh para
ahlinya.
4)
Masalah yang dikemukakan jawabannya dalam
ibarat kitab dan tidak bisa dilakukan ilhq, maka dilakukan istimbat jama’i
dengan prosedur madzhab secara manhaji oleh para ahlinya.[21]
3. KEPUTUSAN
LEMBAGA BAHTSUL MASAIL TERHADAP HUKUM ABORSI
Pendapat
para ulama syafi’iyyah Mengenai hukum Aborsi terbagi atas dua hal :
1) Dilakukan setelah peniupan Roh ; dan
2) Dilakukan sebelum peniupan Roh.
Yang
pertama aborsi dilakukan setelah peniupan Roh, para Fuqaha sepakat atas
haramnya pengguguran janin setelah janin berusia empat bulan didalam perut
ibunya. Karena pada usia itu telah ditiupkan roh kepadanya sebagai mana hadits
nabi SAW yang artinya :
إن
أحدكم يجمع خلقه في بطن أمه أربعين يوما نطفة ، ثم يكون علقة مثل ذلك ، ثم يكون
مضغة مثل ذلك ، ثم يرسل الله إليه الملك ، فينفخ فيه الروح ويؤمر بأربع كلمات :
بكتب رزقه وعمله وأجله وشقي أو سعيد[22]
“Kejadian seorang itu dikumpulkan di dalam perut ibunya selama empat
puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua, terbentuklah segumpal darah
beku. Manakalah genap empat puluh hari ketiga, berbahlah menjadi segumpal
daging. Kemudian Allah Ta’ala mengutus seorang malaikat untuk meniupkan roh
serta memerintahkannya supaya menulis empat perkara, yaitu ditentukan rizki,
waktu kematian, amal serta nasibnya, baik mendapat kecelakaan atau
kebahagiaan.”
Hadits lain yang artinya :
حَدَّثَنِي
أَبُو كَامِلٍ فُضَيْلُ بْنُ حُسَيْنٍ الْجَحْدَرِيُّ ،
حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ ،
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي بَكْرٍ ،
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ،
وَرَفَعَ الْحَدِيثَ ، أَنَّهُ قَالَ : " إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ
وَكَّلَ بِالرَّحِمِ مَلَكًا ، فَيَقُولُ : أَيْ رَبِّ نُطْفَةٌ ؟ أَيْ رَبِّ
عَلَقَةٌ ؟ أَيْ رَبِّ مُضْغَةٌ ؟ فَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ أَنْ يَقْضِيَ خَلْقًا
، قَالَ : قَالَ الْمَلَكُ : أَيْ رَبِّ ذَكَرٌ أَوْ أُنْثَى ؟ شَقِيٌّ
أَوْ سَعِيدٌ ؟ فَمَا الرِّزْقُ ؟ فَمَا الْأَجَلُ ؟ فَيُكْتَبُ كَذَلِكَ فِي
بَطْنِ أُمِّهِ[23]
"
Anas bin Malik secara marfu’, “Allah
Ta’ala mengutus Malaikat ke dalam rahim. Malaikat berkata, “Wahai Tuhan! Ia
sudah berupa darah beku. Begitu juga setelah berlalu empat puluh hari, Malaikat
berkata lagi, Wahai Tuhan! Ia sudah berupa segumpal daging. Apabila Allah
Ta’ala membuat keputusan untuk menciptakaannya menjadi manusia, maka Malaikat
berkata, Wahai Tuhan!Orang ini akan diciptakan menjadi laki-laki atau
perempuan? Celaka atau bahagia?Bagaimana rezekinya serta bagaimana pula
ajalnya? Semuanya dicatat semasa dia berada di dalam perut ibunya.”
Dalam masalah ini tidak ada
perbedaan pendapat karena hukum dasarnya adalah bahwa membunuh jiwa yang
diharamkan secara syari’at tidak boleh hukumnya dengan alasan apapun, karena
Allah SWT berfirman :
33.dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar….
Apabila dihadapkan dengan dua
alternatis atau masalah yang sulit dipecahkan karena mengandung larangan, maka
ia harus melakukan salah satu masalah yang lebih sedikit resikonya dari yang
lainnya. Sebagai mana qaidah fiqihiyah yang berbunyi :
اِذَا
تَعَارَضَ مَفْسَدَتَانِ رُوْعِيَ أَعْظَمُهُمَا ضَرَارًا بِارْتِكَابِ
أَخَفِّهِمَا.
artinya : Apabila terdapat dua hal
yang merusak saling bertentangan, maka harus dihindari yang lebih besar
bahayanya, dengan melakukan yang lebih ringan resikonya.[25]
Jadi keselamatan ibu yang diutamakan
dari pada nyawa janinnya, dengan dasar pertimbangan :
1)
Kehidupan
ibu didunia ini sudah nyata, sedangkan kehidupan janinnya belum tentu. Karena
itu, ibu lebih berhak hidup daripada janinnya.
2)
Mengorbankan
ibu lebih banyak resikonya dari pada mengorbankan janinnya. Karena kalau ibu
yang meninggal, maka semua anak yang ditinggalkan mengalami penderitaan,
terutama bayinya yang baru lahir. Tetapi kalau janinnya yang dikorbankan, maka
resikonya lebih ringan dibandingkan dengan resiko kematian ibunya.[26]
Yang kedua aborsi sebelum peniupan
Roh atau sebelum 120 hari ( 4 bulan ), dalam hal ini para fuqaha mazhab syafi’I
berbeda pendapat sebagai mana pendapat mereka yaitu :
1)
Menggugurkan
janin sebelum ditiupkan roh kepadanya hukumnya adalah boleh. Syaikh Qalyubi
berkata “ ya boleh menggugurkannya walaupun dengan obat sebelum peniupan roh
pada janin”. Ar – Ramli juga berkata didalam Nihayah Al – Muhtaj “ yang benar,
diharamkan setelah peniupan roh secara mutlak dan dibolehkan sebelumnya.”
2)
Ar –
Ramli hukum menggugurkan janin sebelum peniupan roh adalah boleh, sedangkan
ketika usia janin sudah mendekati waktu peniupan roh makruh hukumnya ini yang
dijelaskan dalam kitab Hasyiyah Al- jumal. Namun pengguguran kandung yang sudah
menjadi mudghah ( segumpal darah ) atau pada empat puluh hari sebelum peniupan
roh, hukumnya haram.
3)
Imam
Abu Hamid Al – Ghazali mengharamkan pengguguran janin pada semua fase
perkembangan kehamilan dan dengan terus terang beliau mengatakan bahwa janin
dengan segala fase perkembangan umurnya sebelum peniupan roh, haram untuk
digugurkan.( kitab ihya ulumuddin )[27]
Sebagian ulama ada juga yang
menentukan batas penyawaan adalah 42 hari, artinya aborsi boleh dilakukan
sebelum kandungan berusia 42 hari dan haram dilakukan sesudahnya. Sebagai mana
hadits Nabi SAW :
سمعت
رسول الله صلي الله عليه و سلم يقول : اذا مر بالنطفة ثنتان وار بعون ليلة بعث
الله اليها ملكا فسورها و خلق سمعها و بصرها و لحمها و عظا مها ثم قال : يا رب
اذكرام انثي فيقض ربك ما شاء و يكتب الملك. رواه مسلم.[28]
artinya:
Dari Hudzaifah bin Usaid ra berkata,
Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, Apabila nutfah telah berusia empat puluh
dua malam, maka Allah mengutus malaikat, lalu dibuatkan bentuknya, diciptakan pendengarannya,
penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulangnya. Kemudian malaikat bertanya,
ra Rabbi, laki-laki ataukah perempuan?` Lalu Rabb-mu menentukan sesuai dengan
kehendak-Nya, dan malaikat menulisnya, kemudian dia bertanya, Ya Rabbi,
bagaimana ajalnya?` Lalu Rabb-mu menetapkan sesuai dengan yang dikehendaki-Nya,
dan malaikat menulisnya. Kemudian ia bertanya, `Ya Rabbi, bagaimana rezekinya?`
Lalu Rabb-mu menentukan sesuai dengan yang dikehendaki-Nya, dan malaikat
menulisnya. Kemudian malaikat itu keluar dengan membawa lembaran catatannya,
maka ia tidak menambah dan tidak mengurangi apa yang diperintahkan itu. ( H.R.
Muslim. Shahih muslim Hadits : 2645, jilid : 2, hal : 550 )[29]
Namun dari beberapa pendapat itu
mayoritas fuqaha syafi’iyyah membolehkan pengguguran janin sebelum peniupan roh
asal berdasarkan alasan yang kuat dan masuk akal, akan tetapi jika tidak ada
alasan yang masuk akal atau sebab yang kuat maka tidak diperbolehkan.[30]
BAB IV
ANALISIS PERBANDINGAN
A.
PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DARI KEDUA
METODE IJTIHAD
a) PERSAMAAN
1. Lembaga
bahtsul masail dan Majelis Tarjih
a. Memakai hadits nabi Muhammad SAW.
b. Menetapkan hukum kasus yang baru.
c. Memakai dalil yang dianggap paling
kuat kedudukannya.
b) PERBEDAAN
1. Lembaga
bahtsul masail
a. Lebih mengutamakan Memakai fatwa
atau keputusan ulama terdahulu.
b. Kitab – kitab yang dipakai dominan
dari kalangan syafi’i.
2. Majelis
Tarjih
a. Hukum terdahulu bisa dihapus jika
ada dalil yang lebih kuat untuk dijadikan hukum.
b. Tidak memakai fatwa ulama terdahulu
sebagai rujukan melainkan mengadakan pentarjihan ulang.
B.
KEKUATAN DAN KELEMAHAN DARI KEDUA
METODE IJTIHAD
a) KEKUATAN
1. Lembaga
bahtsul masail
a.
keputusan
hukum yang diambil sejalan dengan kondisi riil di masyarakat.
b.
Setiap
persoalan keagamaan di masyarakat mendapatkan kepastian hukum sehingga lembaga
ini menjadi sarana pengaduan masalah hukum bagi masyarakat.
2. Majelis
Tarjih
a.
lebih
mengutamakan ijtihad sendiri, dengan menggunakan aspek metodologi yang dipakai
oleh ulama mujtahid atau berijtihad manhaji secara langsung. bahkan
kalau perlu lembaga ini akan membuat metode yang tidak sama dengan
pendahulunya.
b) KELEMAHAN
1. Lembaga
bahtsul masail
a.
belum
ada ketegasan yang bersifat jama’I mengenai pola bermahzhab antara manhaj dan
qauli.
b.
belum
terkondisikanya dan belum bakunya martabat keputusan bahtsul masa’il yang
diselenggarakan diberbagai tingkatan, mulai dari tingkat muktamar sampai
tingkat ranting serta dipesantren-pesantren.
c.
Kelemahan
komitmen dan kesadaran untuk mensosialisasikan dan melakukannya secara baik
hasil putusan bahtsul masail.
2. Majelis
Tarjih
a.
lembaga
ini karena lebih cenderung mengadakan ijtihad manhaji, sekalipun sering
menemukan jawaban yang sama, bahkan alasannya juga seringkali sama sehingga
seolah kerja dua kali.
b.
Lembaga
ini cenderung kurang memperhatikan pendapat-pendapat ulama terdahulu dan
mengklaim bahwa keputusan yang ada merupakan hasil ijtihad majlis yang langsung disandarkan kepada
al-Qur’an dan al-Hadith.
c.
Dengan
cenderung tidak memperhatikan dan menengok kembali khazanah pemikiran ulama
terdahulu, dengan alasan cukup mengambil dasar al-Qur’an dan al-Sunnah, untuk
memproduksi kebutuhan fiqh yang berkembang, nantinnya akan bermunculan mujtahid
baru yang secara kritis sering mereduksi pemikiran-pemikiran mapan ulama fiqh
itu sendiri. Sikap ini akan membawa pengeroposan dalam khazanah intelektuan Islam.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Untuk masalaha hukum aborsi setelah
peniupan roh Nahdhatul ‘ulama dan muhammadiyah menetapkan hukum yaitu haram.
Kecuali karena sesuatu hal yang mengharuskannya demi keselamatan ibu, sebab
nyawa ibu lebih utama dari pada anak karena telah lebih awal lahir kedunia dan
melindungi jiwa itu wajib hukumnya sebagai mana firman Allah SWT :
33.dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar….
Dan qaidah ushul fiqhiyyah :
اِذَا
تَعَارَضَ مَفْسَدَتَانِ رُوْعِيَ أَعْظَمُهُمَا ضَرَارًا بِارْتِكَابِ
أَخَفِّهِمَا.
artinya : Apabila terdapat dua hal
yang merusak saling bertentangan, maka harus dihindari yang lebih besar
bahayanya, dengan melakukan yang lebih ringan resikonya.
Sedangkan
hukum aborsi sebelum peniupan roh, untuk muhammadiyah menetapkan haram karena
sejak pembuahan itulah sebenarnya telah dimulai kehidupan manusia, yang wajib
dijaga dan dihormati, dan tidak boleh diperlakukan secara zalim, sebagai mana
ditegaskan dalam surah Al – An’am ayat 151, Surah
Al- Isra’ ayat 31, Surah Al – Baqarah ayat 205, Surah An – Nisa ayat 29 yang
dipaparkan dikeputusan. Namun Nahdhatul ulama mayoritas ulamanya membolehkan
asalkan karna sebab yang kuat kecuali imam al – ghazali.
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Abdul wahid, sa’ad. Majalah Suara muhammadiyah. Jakarta :
2003
Tanya jawab agama muhammadiyah. Jilid 3.
Fadl mohsin ebrahim, abdul. Aborsi kontrasepsi dan mengatasi
kemandulan. Cet. II. Mizan.
Bandung : 1998.
Ulfah anshor, maria. Fikih aborsi. Kompas. Jakarta : 2006.
Nu’aim yasin, M. fikih kedokteran. Terjemah munirul abiding.
Cet. Keempat. Pustaka al-kautsar.
Jakarta timur : 2008
Mahjuddin. Masailul fiqhiyyah. Kalam mulia. Jakarta : 2003.
modul praktikum A bidang kefatwaan, jurusan perbandingan mazhab dan
hukum IAIN antasari
http://tarjihmuhammadiyah.wikia.com/wiki/Sejarah_Majelis_Tarjih
[1] .
M. Nu’aim Yasin, fikih kedokteran hal. 229
[2] . ibid.hal.
230
[3]
.al- qur’an. Surah annisa ayat 93
[4]
.quran terjemah words
[5]
.abul fadl mohsin ebrahim, Aborsi kontrasepsidan mengatasi kemandulan, hal.127
[6] . loc.cit
hal. 230
[8]
.modul praktikum A bidang kefatwaan, jurusan perbandingan mazhab dan hukum IAIN
antasari. Hal. 14
[9].loc.cit
[10] . Prof. DRS. H. Sa’ad Abdul Wahid, majalah suara
muhammadiyah No.15/TH.ke.88/agustus 2003. Hal:21.
[12]
.qur’an terjemah wods
[13]
.al-qur’an Surah Al- Isra’ ayat 31
[14] .
qur’an terjemah wods
[15]
Al-qur’an Surah Al – Baqarah ayat 205
[16]
.al-qur’an Surah An – Nisa ayat 29
[17]
.al-qur’an surah al-baqarah ayat 173
[18] . Prof. DRS. H. Sa’ad Abdul Wahid, majalah suara
muhammadiyah No.17/TH.ke.88/september 2003. Hal:21.
[19] .
hasil wawancara dengan ketua majelis tarjih muhammadiyah bapak H. Mahlan
darkasi tanggal 12 februari 2013. 10.00 wita.
[23] .Fathul
Bari, juz XI, hal. 416 dan Shahih Muslim dengan Syarah an-Nawawiy, juz XVI,
hal. 195
[24]
.al-qur’an surah al-isra ayat 33
[25] . Prof. DRS. H. Sa’ad Abdul Wahid, majalah suara
muhammadiyah No.17/TH.ke.88/september 2003. Hal:21.
[26] .
Drs. H. mahjuddin. Masailul fikhiyyah “ berbagai kasus yang dihadapi hukum
islam masa kini”. Hal : 86
[27] . op.cit
hal :242-245
[29]
.maria ulfah anshor. Fikih aborsi. Hal : 100-101
[30] .loc.cit
hal 245
[31]
.ibid hal : 234
Langganan:
Postingan (Atom)