Tulisan Berjalan

SELAMAT DATANG DI BLOG IBNU IMBRAN

Rabu, 06 November 2013

contoh proposal skripsi



        Desain Proposal Skripsi    
STUDI  KOMPARATIF  HUKUM MENDIRIKAN BANGUNAN  DI ATAS BANTARAN SUNGAI MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF





Oleh
NUR KAMALIAH      
1001120070

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ANTASARI
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB
BANJARMASIN
2013
OUTLINE SEMENTARA

BAB I                         PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan Penelitian
D.    Signifikasi Penelitian
E.     Definisi Operasional
F.      Kajian Pustaka
G.    Metode Penelitian
H.    Sistematika Penulisan
BAB II            KONSEP- KONSEP UMUM TENTANG SUNGAI
A.    Konsep Sungai
B.     Ketentuan hukum mendirikan bangunan di atas bantaran sungai menurut perspektif hukum Islam dan hukum positif.

BAB III          ANALISIS PERBANDINGAN TENTANG HUKUM MENDIRIKAN BANGUNAN DI ATAS BANTARAN SUNGAI MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A.    Persamaan dan Perbedaan dari hukum Islam dan Hukum Positif
B.     Mendirikan bangunan di atas bantaran sungai menurut Hukum Islam
C.     Mendirikan bangunan di atas bantaran sungai menurut Hukum Positif
BAB IV          PENUTUP        
                        Simpulan dan Saran
DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA 


BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Allah swt, mengutus Nabi Muhammad saw. Membawa agama yang suci lagi penuh kelapangan serta syari’at yang lengkap dan meliputi, yang menjamin bagi manusia kehidupan bersih lagi mulia, dan menyampaikan manusia ke puncak ketinggian dan kesempurnaan. Salah satunya ialah menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggalnya masing-masing.[1]
Untuk menjamin keberlangsungan kehidupan di alam semesta, air menempati posisi yang sangat penting. Baik dalam tinjauan normatif maupun ilmu fisika, air adalah salah satu sub struktur inti dalam susunan semesta. Oleh karena itu, sumber-sumber ajaran Islam yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi serta hasil-hasil ijtihad ulama telah membahas tema air dalam berbagai perspektif.
Al-Quran menyebut air dengan istilah ma’ atau al-ma’ yang berarti cairan yang berwarna bening dan tembus pandang. Al-Quran menyebut dua kata tersebut sebanyak  60 kali dalam berbagai konteks Di samping itu, kata-kata lain yang disebutkan Al-Quran terkait dengan makna air adalah al-matar, al-anhar, dan al-‘uyun. Tiga suku kata tersebut disebutkan oleh Al-Quran sebanyak 214 kali. Banyaknya penyebutan Al-Quran terhadap “air” sebanding dengan makna air yang sangat penting bagi kehidupan, selain sebagai isyarat keharusan memerhatikan, meneliti, dan mengkajinya.[2]
Didalam Al-Qur’an berbagai konteks penyebutan air dapat dikelompkkan menjadi tiga bagian: fungsi, sumber dan sirkulasi, serta pengelompokannya.
Di antara ayat Al-Quran yang menjelaskan fungsi sentral air bagi kehidupan adalah ayat 30 surah al-Anbiyaa’:

óOs9urr& ttƒ tûïÏ%©!$# (#ÿrãxÿx. ¨br& ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur $tFtR%Ÿ2 $Z)ø?u $yJßg»oYø)tFxÿsù ( $oYù=yèy_ur z`ÏB Ïä!$yJø9$# ¨@ä. >äóÓx« @cÓyr  ( Ÿxsùr& tbqãZÏB÷sムÇÌÉÈ

Artinya: Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya. dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?. (QS.AL-Anbiyaa:31).[3]

Ayat tersebut menjelaskan bahwa air adalah sumber dari semua kehidupan  manusia harus bersikap positif dan bertanggung jawab untuk keberlanjutan ketersediaan dan kebersihan air bersama sumber-sumbernya yang disediakan Allah di alam semesta ini.[4]
Larangan Membangun Pemukiman di Sekitar Sumber Air  Sebagai konsekuensi dari ajaran Islam serta dalam  rangka menjaga kebersihan sumber air, maka diharamkan mendirikan bangunan pemukiman di sepanjang sepadan sungai dan di dekat sumber air karena akan dapat menyebabkan pengotoran terhadap air tersebut, terutama akibat limbah rumah tangga dan manusia. Meski pembangunan pemukiman akan mendatangkan manfaat bagi masyarakat penghuninya, tetapi kemanfaatan itu dapat saja tidak sebanding dengan mudarat yang akan ditimbulkannya. Dalam kaidah fikih, kemudaratan harus dihilangkan lebih dulu dari menarik kemanfaatan.  
Firman Allah SWT, QS: Aruum: 41
tygsß ßŠ$|¡xÿø9$# Îû ÎhŽy9ø9$# ̍óst7ø9$#ur $yJÎ/ ôMt6|¡x. Ï÷ƒr& Ĩ$¨Z9$# Nßgs)ƒÉãÏ9 uÙ÷èt/ Ï%©!$# (#qè=ÏHxå öNßg¯=yès9 tbqãèÅ_ötƒ ÇÍÊÈ
Artinya : Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).[5]
Larangan mengotori sumber air sungai sebagai tempat air bersih wajib dijaga dari pencemaran, terutama dari kotoran manusia. Oleh karena itu, diharamkan dalam fikih Islam membangun wc di atas sungai karena akan mencemari kebersihan air sungai tersebut.
Salah seorang fuqaha Hambali mengatakan bahwa setiap sungai harus memiliki zona bebas untuk kepentingan pemanfaatannya dan tidak boleh dimiliki boleh dimiliki oleh siapapun.[6] Qalyubi, ketika berbicara tentang I’tikaf menegaskan tidak sah bila dilaksanakan di mesjid yang dibangun di bantaran sungai.[7]  Sulaiman ibn Umar Muhammad al-Bujairmi menegaskan pula bahwa kawasan bantaran sungai, demi kepentingan konservasinya, tidak boleh didirikan bangunan, sekalipun mesjid: setiap bangunan di atasnya harus dibongkar.[8] Penggusuran terhadap semua bangunan yang ada di bantaran sungai, menurut al-Haitami adalah hasil kesepakatan empat mazhab.[9]
Dalam riwayat Muslim, Rasulullah bersabda:
اتَّقُوا اللَّعَّانَيْنِ قَالُوا وَمَا اللَّعَّانَانِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ النَّاسِ أَوْ فِي ظِلِّهِمْ[10]
Artinya: Takutlah kalian dari dua hal yang mendatangkan laknat. Para sahabat bertanya: apakah dua hal yang mendatangkan laknat tersebut?. Rasulullah menjawab: yaitu orang yang membuang hajat di jalan dan di tempat berteduh.
Dalam hadits yang diriwayatkan dari jabir r.a:
ا ن النبي صلى ا لله  عليه و سلم نهى ا ن يبا ل فى الما ء ا لر ا كد . رواه ا حمد و مسلم و النسا ئى و ا بن ما جه
Artinya:
Bahwa Nabi saw, melarang buang air kecil pada air yang tergenang.”
(H.R.Muslim dan Ibnu Majah)
Juga dari padanya
ا ن النبي صل ا لله عليه و سلم نهى ا ن يبا ل فى الما ء الجا ر ي
Artinya:
Bahwa Nabi saw, melarang buang air kecil pada air yang mengalir. “Menurut buku Majma’uz Zawaid, hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dan para perawinya dapat dipercaya.[11]
Kesadaran akan bahaya permasalahan lingkungan bagi kehidupan manusia dan makhluk lainnya termasuk lingkungan itu sendiri. Upaya penyelamatan lingkungan global tentu saja harus mempunyai dukungan dari semua masyarakat. Oleh karena itu, dilakukan propaganda global guna memberdayakan masyarakat dalam penyelamtan lingkungan. Dalam kepentingan ini masayrakat lingkungan menggali seluruh potensi masyarakat untuk mensukseskan program dari pemerintah.[12]
Pemerintah wajib merumuskan regulasi untuk Kemaslahatan Masyarakat termasuk Konservasi Sumber-Sumber Air dan Masyarakat Wajib mentaatinya.[13] Didalam peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1991  tentang sungai pasal 24 dan 26 BAB XII Kewajiban dan Larangan, yaitu Pasal 24 Masyarakat wajib ikut serta menjaga kelestarian rambu-rambu dan tanda-tanda pekerjaan dalam rangka pembinaan sungai. Dan Pasal 26 Mendirikan, mengubah atau membongkar bangunan-bangunan didalam atau melintas sungai hanya dapat  dilakukan setelah memperoleh ijin dari Pejabat yang berwenang.[14]
Menurut UU Nomor 32 Tahun 2009 Republik Indonesia, Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bab 1 ketentuan Umum pasal 1(1) Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Pasal 1 (2) Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.[15]
            Ketentuan pidana berdasarkan undang-undang Nomor 11 tahun 1974 pasal 15 dan peraturan perundang-undangan lainnya :
a. barang siapa untuk keperluan usahanya melakukan, pembangunan bangunan sungai tanpa ijin sebagaimana, diatur dalam Pasal 12 ayat (2) dan Pasal 15 ayat (3);
b. barang siapa melakukan pengusahaan sungai dan bangunan sungai tanpa ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3);
c. barang siapa mengubah aliran sungai, mendirikan, mengubah atau membongkar bangunan-bangunan di dalam atau melintas sungai, mengambil dan menggunakan air sungai untuk keperluan usahanya yang bersifat komersial tanpa ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 28;
d. barang siapa membuang benda-benda/bahan-bahan padat dan/atau cair ataupun berupa limbah kedalam maupun  sekitar sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.
Topik tentang bantaran sungai adalah hal yang sangat menarik untuk dibahas, khususnya bagi masyarakat yang hidup dalam lingkungan alam perairan, seperti Kalimantan Selatan khususnya kota Banjarmasin. Bantaran sungai hanyalah sebagian kecil dari masalah kehidupan masyarakat dalam lingkungan berair. Masalah yang lebih besar adalah bagaimana mendorong masyarakat agar menjaga sumber-sumber air, termasuk sungai.[16]
Menurut penulis permasalahan tentang bantaran sungai ini bukanlah masalah yang ringan. Bantaran sungai itu tidaklah sebatas jalur tanah pada kanan dan kiri sungai (antara sungai dan tanggul) dan disana ada zona-zona yang dilarang untuk mendirikan bangunan tersebut. Maka di dalam fikih Islam dan di dalam hukum positif haram hukumnya mendirikan bangunan tersebut, baik itu pemukiman masyarakat, maupun mesjid. Karena mendirikan bangunan di kawasan tersebut, maka akan mencemari lingkungan dan banyak membawa kepada mudharatnya dari pada manfaatnya itu sendiri.
            Dari masalah di atas penulis tertarik untuk meneliti masalah bantaran sungai ini dengan judul “Studi Komparatif Hukum Mendirikan Bangunan di atas Bantaran Sungai Menurut Persektif Hukum Islam dan Hukum Positif
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang Masalah tersebut diatas, maka pokok permasalahan dalam penelitian ini, yaitu:
1.      Apa hukum mendirikan bangunan di atas bantaran sungai menurut hukum Islam ?
2.      Apa hukum mendirikan bangunan di atas bantaran sungai menurut hukum positif ?
3.      Bagaimana persamaan dan perbedaan antara ketentuan kedua hukum tersebut?
C.    Tujuan Penelitian
Penelitian ini di lakukan dengan tujuan:
1.      Untuk mengetahui apa saja hukum mendirikan bangunan di atas bantaran sungai menurut hukum Islam ?
2.      Untuk mengetahui apa saja hukum mendirikan bangunan di atas bantaran sungai menurut hukum positif ?
3.      Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan antara ketentuan kedua hukum tersebut?

D.    Signifikasi  Penelitian
Hasil penelitian ini di harapkan akan lebih mempunyai manfaat sebagai berikut :
1.      Sebagai bahan informasi ilmiah dan sumbangan pemikiran serta bahan pertimbangan bagi masyarakat yang akan mendirikan bangunan di atas bantaran sungai, dengan harapan meningkatkan dan mengembangkan kearah yang lebih baik.
2.      Bahan masukan bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar dapat menegakkan peraturan perundang-undangan di sekitar sungai dengan sebaik-baiknya, agar keberdayaan, kegunaan dan kelestarian sungai dan lingkungan hidup pada umumnya dapat terjaga.
3.      Sebagai bahan informasi dan perbandingan  bagi yang melakukan penelitian lebih lanjut, tentunya dengan masalah yang berbeda.
4.      Untuk menambah ilmu dan pengalaman penulis yang berkenaan dengan hukum mendirikan bangunan di atas bantaran sungai menurut perspektif hukum Islam dengan hukum positif.
5.      Sebagai bahan bacaan  khazanah perpustakaan IAIN Antasari Banjarmasin.





E.     Definisi Operasional
Untuk memperjelas maksud dari judul di atas dan menghindari kesalah pahaman dan kekeliruan dalam memahaminya, maka penulis perlu mengemukakan definisi operasional yaitu sebagai berikut:
1.      Studi adalah penelitian ilmiah, kajian, telaah [17]
2.      Komparatif adalah sebagai usaha menganalisa dan berkenaan atau berdasarkan perbandingan. [18]
3.      Bantaran  adalah jalur tanah pada kanan dan kiri sungai (antara sungai dan tanggul).[19] Dan di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1991 BAB 1 Ketentuan Umum, bagian pertama pasal 1(5) tentang sungai.[20]
4.      Sungai adalah aliran air yang besar (biasanya buatan alam) bukan buatan manusia.[21] Dan di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1991 BAB 1 Ketentuan Umum, bagian pertama pasal 1(1) tentang sungai.[22]
5.      Hukum Islam adalah seluruh peraturan dan tata cara kehidupan dalam Islam yang diperintahkan oleh Allah SWT yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. pendapat para ulama yang terdapat dalam kitab-kitab fikih, ushul fikih, fatwa maupun hasil putusan organisasi-organisasi ulama dan keislaman seperti MUI, NU, Muhammadiyah, dll
6.      Hukum Positif  adalah adalah produk peraturan perundang-undangan dalam berbagai tingkatannya, baik berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, dan yang berkaitan dengan objek penelitian. Di dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 Republik Indonesia tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ban 1 ketentuan umum pasal 1(1), dan pasal 1 (2).[23]
Dengan demikian yang dimaksud dengan judul di atas adalah meneliti perbedaan dan persamaan antara kedua hukum tersebut yaitu antara hukum Islam dan hukum Positif tentang hukum mendirikan bangunan di atas bantaran sungai.
F.     Kajian Pustaka
Buku-buku atau bahan pustaka yang mengupas masalah sungai dan lingkungan hidup pada umumnya, masih relatif langka. Namun dari penjajakan awal, terdapat beberapa bahan pustaka yang relevan sebagai bahan rujukan proposal judul ini, di antaranya:
Makalah  seminar dalam tema “ Bantaran Sungai dalam Perspektif  Ajaran Islam” oleh  Dr. Sukarni, M.A.g  dekan fakultas syariah IAIN Antasari Banjarmasin. Mengatakan bahwa mendirikan bangunan di atas bantaran sungai itu hukumnya haram, karena akan mengakibatkan pengotoran terhadap air tersebut, terutama limbah rumah tangga dan manusia. Menurut penulis dari makalah seminar ini tidak membandingkan dengan hukum positif.
Jurnal Ilmu Hukum Volume 2, Nomor 2,  Desember 2012. Tentang “Sanksi Terhadap Pengrusakan Lingkungan hidup dalam Perspektif  Hukum Pidana Islam dan Hukum Positif” oleh Hj.Nurwahidah. Mengatakan bahwa sanksi pengrusakan lingkungan hidup ada di dalam hukum pidana Islam dan hukum pidana positif. Hukum pidana Islam memberlakukan hukum ta’zir bagi perusak lingkungan , yang jenis dan besarnya hukuman tergantung hakim yang memutuskannya. Hukum ta’zir memang kurang tegas. Sedangkan di dalam hukum positif cukup tegas mengatur sanksi bagi pengrusakan lingkungan hidup, yaitu sanksi administratif, pidana, perdata, dan refresif, tetapi hukum positif mempunyai kelemahan dari sisi penegakkan hukum di lapangan. Menurut penulis bahwa belum membahas di dalam hukum Islam.
Beberapa produk perundang-undangan yang terkait dengan sungai, di antaranya Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang sungai, Undang-undang Nomor  32 Tahun 2009 Republik Indonesia, Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bab 1 ketentuan Umum pasal 1(1) , Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun1974 tentang pengairan, Undang-undang Nomor 4 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok pengturan lingkungan hidup, Ketentuan pidana berdasarkan pasal 15 undang-undang Nomor 11 tahun 1974 dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Menurut penulis dari hasil penelitiannnya menyatakan bahwa, baik di dalam hukum Islam maupun hukum positif bahwa mendirikan bangunan di atas bantaran sungai itu dilarang, bagaimanapun bentuk bangunan itu tetap haram hukumnya karena banyak membawa mudaratnya dari pada manfaatnya. Dan apabila melanggar di dalam hukum Islam dikenakan ta’zir, sedangkan didalam hukum positif maka akan dikenakan sanksi administratif, pidana, perdata, dan refresif.
G.    Metode Penelitian
1.      Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian yang di gunakan adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan mempelajari dan menelaah bahan-bahan yang berhubungan dengan masalah hukum mendirikan bangunan diatas bantaran sungai menurut perspektif hukum Islam dan hukum positif bantarn sungai. Adapun sifat penelitian ini adalah studi komperatif.
2.      Bahan  dan Sumber Hukum
a)      Bahan Hukum
Data yang di gali dalam penelitian ini adalah :
1)      Hukum mendirikan bangunan di atas bantaran sungai, yang meliputi: hukum Islam dan hukum Positif.
2)      Konsep umum tentang sungai yang meliputi: Konsep sungai (Wilayah sungai, beberapa fungsi sungai, urgensi-urgensi sebagai sumber air bersih), ketentuan hukum mendirikan bangunan di atas bantaran sungai menurut perspektif hukum Islam dan hukum Positif, menurut hukum positif (UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, dll), meneurut hukum Islam ( pembahasan sungai dalam Al-Qur’an, dan pembahasan sungai dalam hadits).
3)      Ada tidaknya Persamaan dan perbedaan kedua hukum tersebut, yaitu Hukum Islam dan Hukum Positif tentang hukum mendirikan banginan di atas bantaran sungai.
a)      Sumber Hukum
Kajian ini merupakan kajian penelusuran kepustakaan. Untuk itu penyusun menggunakan 2 sumber hukum, yang mana kedua sumber digunakan sebagai rujukan dari penelitian.
1)      Sumber Hukum Primer
Yaitu data pokok yang digunakan penyusun untuk dijadikan kajian dalam proposal judul ini, yang mana penyusun menggunakan rujukan :
-          Yusuf Qardawi, Diaayatulbaiah Fii Syrai’atil Islam, Darul Syuruk, 1421H/2001M
-          Abi al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj Qusyairi An-Naisaaburiyi, juz 1 Shahih Muslim.1414 H/1993 M
-          Imam Ahmad ibn Hambal, Al-Musnad, juz 2, 1414 H/1994M
-          Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang sungai, pasal 24 dan 26 BAB XII Kewajiban dan Larangan.
-          Undang-undang Nomor 11 Tahun1974 tentang pengairan dan Ketentuan pidana berdasarkan pasal 15.
2)      Sumber Hukum Sekunder
-          Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Republik Indonesia tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bab 1 ketentuan umum pasal 1 (1) dan pasal 1(2)..
-          Undang-undang Nomor 4 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok pengturan lingkungan hidup.
-          Jurnal Ilmu Hukum Volume 2, Nomor 2,  Desember 2012. oleh Hj.Nurwahidah tentang “Sanksi Terhadap Pengrusakan Lingkungan hidup dalam Perspektif Hukum Pidana Islam dan Hukum Positif”
-          Jurnal Kebudayaan, Antasari UIN tentang “Sungai, Fondasi Kehidupan Masyarakat Kalimantan”
-          Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 1
-          Fikih lingkungan hidup oleh Ali Yafie tentang “Merintis Fikih Lingkungan Hidup”
-          Fikih lingkungan Hidup oleh Dr. Sukarni.M.A.g “Perspektif Ulama Kalimantan Selatan”
-          Fikih Lingkungan  oleh Prof. Dr. Muljiono Abdillah, M.A tentang “ Panduan Spritual Hidup Berwawasan Lingkungan”
-          Makalah seminar Dr.Sukarni,M.Ag dengan tema “BantaranSungai dalam Perspektif Ajaran Islam”
-          Media online seperti internet.
3.      Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data, di gunakan teknik berikut:
a.       Survey kepustakaan, yaitu dengan melakukan observasi di perpustakaan untuk mengumpulkan sejumlah buku-buku dan kitab yang diperlukan yang berkaitan dengan penyusunan penelitian ini. Adapun yang menjadi tempat survey adalah perpustakaan IAIN Antasari Banjarmasin.
b.      Studi komparatif, yaitu dengan melakukan penelaahan dan pengkajian secara mendalam terhadap perbandingan-perbandingan hukum yang telah diperoleh, sehingga diperoleh data yang diperlukan.

4.      Teknik Pengolahan dan Analisis Data
1)      Teknik Pengolahan
Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan dengan menggunakan beberapa tahapan antara lain:
a)      Editing (seleksi data), yaitu data yang diperoleh di cek kembali kelengkapnnya, sehingga diketahui apakah data-data yang didapat dimasukkan atau tidak dalam proses selanjutnya.
b)      Kategorisasi, yaitu dengan melakukan pengelompokkan data yang diperoleh berdasarkan permasalahannya, sehingga tersusun sistematis.
c)      Interprestasi, yaitu dengan memberikan penafsiran seperlunya terhadap data yang dirasakan kurang jelas, sehingga lebih mudah dimengertikan.
2)      Analisis Data
Analisis yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif komparatif, yaitu dengan melakukan penelaahan secara mendalam terhadap data yang diperoleh dengan jalan memperbandingkannya, sehingga dapat ditarik kesimpulannya.




H.    Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri dari lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
Bab I  Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikasi penelitian, definisi operasional, kajian pustaka, metode penelitian, sistematika penulisan.
Bab II  Konsep umum tentang sungai menguraikan tentang konsep sungai (wilayah sungai, beberapa fungsi sungai, urgensi-urgensi sebagai sumber air bersih), ketentuan hukum mendirikan bangunan di atas bantaran sungai menurut perspektif hukum Islam dan hukum positif, menurut hukum positif (UU,Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah), menurut hukum Islam (pembahasan sungai dalam Al-Qur’an, dan pembahasan sungai dalam hadits)
BAB III Analisis Hukum mendirikan bangunan di Atas Bantaran Sungai, menguraikan kewajiban memelihara lingkungan hidup, hukum mendirikan bangunan di atas bantaran sungai menurut Hukum Islam, hukum mendirikan bangunan di atas bantaran sungai menurut Hukum Positif, persamaan dan perbedaan Hukum Islam dan Hukum Positif mengenai mendirikan bangunan di atas bantaran sungai.
Bab IV Penutup yang terdiri dari Simpulan dan Saran-saran.


DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA
Abdillah Mujiyono. 2005. Panduan Spiritual Hidup Berwawasan Lingkungan, Semarang, UPP AMP YKPN.
Al-Hajjaj Qusyairi An-Naisaaburiyi, Abi al-Husain Muslim ibn. 1414 H/1993 M. Shahih Muslim juz 1.
Ibnu Hambal, Imam Ahmad ibn. 1414 H/1994.  Al-Musnad, juz 2.
Kuin Anatasri. Jurnal Kebudayaan Kandil. 2005. Sungai, Fondasi Kehidupan Masyarakat Kalimantan Tempo Dulu, Edisi 9 Tahun III.
Qardawi  Yusuf. 1421H/2001M. Diaayatulbaiah Fii Syrai’atil Islam, Darul Syuruk.
Sabiq Sayyid.1973. Fikih Sunnah 1, Bandung, PT: Alma’arif.
Sukarni. 2011. Perspektif  Ulama Kalimantan Selatan, Jakarta, Kementrian Agama RI.
______, 2012. Makalah Seminar dalam tema. Bantaran Sungai dalam Perspektif Ajaran Islam, Kota Banjarmasin bekerjasama dengan Pengelolaan Sungai dan Drainase Kota Banjarmasin.
Yafie Ali. 2006. Merintis Fikih Lingkungan Hidup, Cahaya Insan Suci


[1] Sayyid Sabiq. Fikih Sunnah 1. Bandung 1973, hlm.7
[2] Dr. Sukarni, M.Ag. Makalah Seminar dalam tema “Bantaran Sungai dalam Perspektif Islam dan Perundang-undangan” hlm. 2
[3] Depertemen Agama RI “Al-Qur’an dan Tafsirnya” jilid 1 juz 1-3. Jakarta 2004 M/1425 H.
[4]. Dr. Sukarni, M.Ag, 0p.cit.hlm  1-3
[5] Depertemen Agama RI “Al-Qur’an dan Tafsirnya” jilid 1 juz 1-3. Jakarta 2004 M/1425 H. hlm.
[6] Dr. Sukarni, M.Ag. op.cit hlm. 10 dan lihat juga Lihat Ibnu Qudamah, Al-Mugni Juz VIII (Al-Qahirah: H}ijr, 1992), hlm. 170 – 171.
  [7] Dr. Sukarni, M.Ag, op. cit hlm.10 dan lihat juga Qalyubi wa ‘Umairah, Hasyiyatani Juz II (Beirut: Dar al-Fikr, 1995), hlm. 97.
[8] Dr. Sukarni, M.Ag, op.cit hlm.10 dan lihat juga Lihat  Sulaiman ibn Umar ibn Muh}ammad al-Bujairmi, Hasyiyah al-Bujairmi ‘ala Syarh Minhaj at-Tullab Juz III (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), hlm. 190.
   [9] Dr. Sukarni, M.Ag op. cit. hlm.10
[10] Abi al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj, sahih Muslim Juz 1 (Libanon: Dar al-Fikr, 1993), hlm. 139.
[11] Sayyid Sabiq. Fikih Sunnah 1. Bandung 1973, hlm.67
[12] Prof. Dr. Mujiyono Abdillah, M.A “Fikih Lingkungan” Panduan Spiritual Hidup Berwawawsan Lingkungan. Hlm.50
[13] Dr. Sukarni, M.Ag, op. cit. hlm. 9-11
[15] http://www.menlh.go.id/Peraturan/UU/PenjelasanUU32-2009.pdf. Di akses pada tanggal. 18 Juli 2013 jam 09.30 WITA

[16] Dr. Sukarni, M.Ag, op.cit. hlm 1
[17] Kamus besar bahasa Indonesia. Edisi kedua. Depertemen pendidikan . hlm.965
[18] http://kamusbahasaindonesia.org/komparatif. di akses pada tanggal 1 Agustus 2013 jam 10.30 WITA
[19] http://kamusbahasaindonesia.org/bantaran#ixzz2ZpxYmzWL di akses pada tanggal 1 Agustus 2013 jam 10.30 WITA.
[21] http://kamusbahasaindonesia.org/sungai di akses pada tanggal 1 Agustus 2013 jam 10.30 WITA
[23] http://www.menlh.go.id/Peraturan/UU/PenjelasanUU32-2009.pdf. Di akses pada tanggal. 18 Juli 2013 jam 09.30 WITA

 

Tidak ada komentar: